Percobaan : Indera B. Indera Pendengaran Dan Keseimbangan
Nama Percobaan : Percobaan Rine
Nama Subjek Percobaan : Diri Sendiri (Niken Pratiwi)
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk membuktikan bahwa transmisi melalui udara lebih baik dari pada tulang.
b. Dasar Teori : Pitch dan Loudnes. Suara yang dibedakan tekanannya berkolerasi dengan gelombang sinus. Suara semacam itu disebut nada murni (pure tone). Siklus gelombang menuju kompresi dan ekspansi udara seperti suara geombang yang selalu bergerak. Kedua karakteristik utama gelombang seperti itu adalah frekuensi dan amplitudo. Frekuensi diukur dengan jumlah getaran perdetik; yaitu beberapa kali perdetik sampai siklus gelombang suara diulang. Unit Hertz (singkatan Hz) digunakan untuk menunjukkan sikus perderik; yaitu suatu siklus perdetik sama dengan satu Hz. Amplitudo berhubungan dengan jumlah kompresi dan ekspansi udara, seperti digambarkan oleh panjangnya gelombang dimulai dari puncak sampai dasar kurva.
Frekuensi gelombang suara pada dasarnya merupakan penyebab dari apa yang kita alami sebagai pitch (tingkatan nada). Namun pitch sebuah nada dapat juga dipengaruhi oleh intensitas. Jadi, 'pitch' pun hanya terkait pada satu atribusi fisik stimulus. Demikian pula, 'loudness' (kerasnya suara) berkolerasi dengan kuat pada amplitudo gelmbang atau intensitas suara. Namun demikian, gelombang suara berfrekuensi rendah yang mempunyai amplitudo sama dengan suara berfrekuensi tinggi tidak selalu menghasilkan suara yang sama keras.
Manusia dapat mendengar frekuensi anrata 20- 20.000 Hz. Hal diatas dapat kita buktikan pada bunyi piano yang menghasilkan frekuensi dari lebih kurang 27 sampai 4.200 Hz. Tida semua species dapat mendengar dengan rentang frekuensi yang sama, sebagai contoh peluit untuk memanggil anjing yang menggunaka nada terlalu tingi frekuensinya bagi telinga kita.
Kita semua mengetahui, perbedaan antara suara yang keras dan suara yang lemah, akan tetapi menentukan nilai sekala intensitas tidaklah mudah. Para alhi dari “the Bell Telephone Laboratories” telah memformasi nit yang mudah untuk mengubah tekanan fisik pada gendang pendengaran menjadi skala yang dapat dimengerti. Unit ini disebut decibel yang disingkat db, yang artinya sepersepuluh bel, sesuai dengan nama penemunya Alexander Graham Bell. Perkiraan kasar tentang apa yang diukur decibel ditentukan oleh skala suara yang dikenal yang diperlihatkan. Kira-kira pada 120 db, intensitas suara menyakitkan telinga; kerasnya suara percakapan normal lebih kurang 60db. Mendengarkan suara dengan intensitas 90db ke atas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketulian total. Beberapa musikus rock contohnya, dapat menderita kerusahan pendengaran yang serius. Para petugas landasan terbang dan operator mesin tekanan angin menggunakan peredam telinga untuk melindungi diri dari kerusakan telinga. Ambang suara untuk mendengarkan suara yang berbeda-beda tergantung dari frekuensi stimulus. Decibel-deciel nol secara ambangditentukan sebagai ambang mutlak untuk mendengar dengan nada 1.000 Hz. Nada antara 800-6.000 Hz membubuhkan kurang dari 10 db untuk mencapai ambang, sedangkan nada- nada dibawah 100 Hz atau lebih besar dari 15.000 Hz membutuhkan 40db atau lebih untuk mencapai ambang.
Suara Kompeks. Seperti juga dengan warna-warna yang kita lihat, jarang yang merupakan corak nada murni yang dihasilkan oleh sebuah panji gelombang tunggal, begitu pula suara yang kita dengar jarang merupakan nada murni yang dihasilkan oleh suara gelombang suara dari frekuensi tunggal. Misalnya memukul nada C tengah pada piano tidak hanya akan menghasilkan nada dasar 262 Hz, tetapi juga menghasilkan tambahan beberapa nada lain (OVER TONES), yang bermacam-macam dari frekuensi itu. Over tones terjadi karena ketika senar piano brgerak tidak hanya bergetar secara keseluruhan yang menghasilkan nada dasar 262 Hz, tetapi juga bergetar untuk setengahnya, sepertiganya, seperempatnya, seperlimanya, dan sebagainya, yang setiap getarannya menghasilkan frekuensinya sendiri. Bunyi yang terdiri dari sebuah nada dasar ditambah over tones mempunyai pitch yang dominan sesuai dengan nada dasar. Pitch sesai dengan over tones biasanya tidak terdengar, walau pitch yang lebih rendah pin dapat terdengarjika kita dengarkan benar-benar. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa not-not yang sama pada piano dan terompet menghasilkan bunyi yang berbeda? Bunyi dari saru alat musik akan berbeda dengan lat musik lainnya disebabkan karena julah over tones yang dihasilkan. Sebab yang lain ialah konstruksi lat musik yang berbeda-beda memperkuat (menggemakan) over tones tertentu dan mematikan over tones yang lain. Kualitas persepsi yang berhubungan dengan pola over tones ini disebut timbre (warna bunyi). Warna bunyi inilah yang menunjukkan pada kita apakah nada itu dihasilkan dari piano atau klarinet. Jia semua over tones dihilangkan dengan penggunaan sarinan suara, maka akan sulit menentukan alat msik apa yang sedang dimainkan. Nada sebuah alat musik mempunyai bentuk gelombang yang komleks, yang hanya mempertahankan puncak-puncak dan palung-palung yang akan menentukan pitch dasar; titik-titi tinggi dan rendahya sama, akan tetapi gelombang itu bergerigi atau tidak rata.
Fenomena penting dari persepsi pitch ialah bila sebuah bunyi yang hanya terdiri dari over tones nada dasar (sedangkan nada dasarnya sendiri tidak ada), pitch yang lebih dominan terdengar adalah pitch yang masih sesuai dengan pitch dasarnya. Pitch di sebut pitch yang hilang dasarnya (missin fundamental). Hal ini merupak topik pembicaraan penting dalam perdebatan teoritis tentang persepsi pitch. Jika kita membandingkan dimensi psikologi warna dan nada, kira-kira akan terdapat hubungan sebagai berikut;:
· Hue (corak nada)--- Pitch (tingkat nada)
· Brightness (terangna suara)--- Loudness (kerasnya nada)
· Saturation (kejenuhan/saturasi)--- Timbre (warna nada)
Hue dan pitch merupakan fungsi-fungsi frekuensi gelombang; brightness dan loudness merupakan fungsi-fungsi amplitudo; saturation dan timbre merupakan suatu hasil campuran. Tetapi perlu diingat bahwa hal ini hanya sekedar merupakan analogi dan seperti semua analogi, biasanya terbatas.
Apa yang terjadi bila dua nada diperdengarkan bersamaan? Tidak ada percobaan yang menunjukkan bahwa hal ini merupakan analogi percampuran warna. Percampuran dua nada tidak pernah menghasilkan bunyi yang betul-betul serupa. Jika dua nada murni yang telah cukup dipisahkan dalam frekuensi, kedua pitch terdengar secara simultan sebagai sebuah paduan nada. Jika dua nada tersebut saling berdekatan, pitch masing-masing tidak akan terdengar dan bunyi yang dihasilkancenderung akan menjadi tidak selaras (dissonant). Faktor-faktor utama yang menentukan bagaimana selarasnya (contsonant)not-not musik bila dimainkan bersama adalah pemberian jarak (spacing) pada over tones-nya. (Roederer 1975). Faktor kultural juga memainkan peran dalam penentuan bunyi yang bagaimana yang dinamakan selaras.
Noise adalah bunyi yang tersusun dari banyaknya frekuensi yang tidak mempunyai hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lain. Para ali akustik kadang- kadang bericara tentang bunyi murni (white noise) bilamana menggambarkan suatu bunyi yang tersusun dari semua frekuensi dalam spektrum suatu tinggat energi atau loundness yang kurang lebih sama. Bunyi murni dianalogikan pada cahaya putih, yang terdiri dari semua frekuensi dalam spektum cahaya. Bunyi saluran TV yang kosong atau pancuran air dikamar mandi mendekati suara bunyi murni. Suara noise dengan energi yang terpusat pada kumpulan-kumpulan frekuensi tertentu dapat mempunyai suatu pitch yang khas. Misalnya, kita padat menggunakan istilah musik “bass” untuk menandai bunyi sebuah drum, walau suara drum lebih menyerupai kegaduhan dari pada suara yang bernada.
Nada murni. Ketika garputala bergetar, terdapat urutan gelombang komprensi dan ekspansi. Jika gapura tala membuat 100 kali getaran perdetik, maka akan terdapat gelombang suara dengan 100 komprensi perdetik (yaitu, 100 Hz). Bunyi yang tekanannya terkorelasi dengan gelombang sinus disebut nada murni, bentuk gelombang bunyi apapun (tidak peduli betapa kompleksnya) dapat dipecah menjadi serangkaian gelombang sinus yang berbeda dengan amplitudo yang sesuai. Bila gelombang sinus tersebut dirambahkan lagi, hasilnya akan sama dengan bentuk gelombang aslinya.
Melihat Sinyal Suara. Dengan menggunakan Oscilloscope kita dapat melihat gelombang suara. Getaran molekul udara dalam suatu gelombang suara dapat ditagkap oleh sebuah mikrifon. Gerakan ini diubah oleh microfon menjadi arus listrik. Oscilloscope merubah arus itu menjadi gambar yang bergerak dilayar. Gambar Oscilloscope itu merupakan grafik yang menunjukkan bagaimana tekanan berubah sesuai dengan waktu.
Skala Decibel. Loundness (kekerasan suara) dan beberapa suara yang sudah dikenal diskalakan dalam decibel. Lepas landasnya roket Saturn V ke bulan yang diukur pada alas peluncurannya kurang lebih 180 db. Untuk ikus- tikus percobaan, skala suara 150 db dalam waktu yang cukup lama menyebabkan kematian. Bahkan band-band rock dapat menimbulkan bunyi dengan 120 db atau lebih yang menyebebkan kerusakan pendengaran permanen.
Aerotymponal adalah penghantar suara melalui udara, sedangkan Craniotymponal adalah penghantar suara melalui tulang. Pada orang tua elastisitas membran thympani berkurang, sehingga terkadang indera pendengarannya kurang berfungsi dengan baik. Membran thmpani menghantarkan maleus, incus, stapes sehingga terdengar suara.
Anatomi Telinga. Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang telinga. Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.
Konduksi Tulang . Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang tengkorak ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.
Respon auditorik. Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga manusia sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 24 mendengar suara tersebut ( melalui earphone, pengeras suara, dsb), dan pada titik mana suara itu diukur ( saat mau masuk ke liang telinga, di udara terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.
Kekuatan suara. Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara secara umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara yang didengar.
Masking. Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara adalah masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut.
c. Alat Yang Digunakan : Garputala
d. Jalannya Percobaaan : 1. Subjek diminta memegang bagian bawah pada garputala.
2. Kemudian subjek akan diberikan instruksi untuk memukul atau mengetuk bagian tengah garputala ke arah kursi.
3. Setelah di pukul kemudian letakkan garputala diatas kepala sampai gelombang atau getaran menghilang.
4. Lalu letakkan didepan lubang telinga dan memberikan jawaban apakah bunyinya masih terdengar atau tidak.
5. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian yang sama, garputala dipukul atau diketukkan dikursi.
6. Setelah di pukul kemudian garputala didekatkan kearah belakang telinga (tetapi tidak menempel ditelinga) sampai gelombang atau getaran menghilang.
7. Lalu letakkan didepan lubang telinga dan memberikan jawaban apakah bunyinya masih terdengar atau tidak.
e. Hasil Percobaan : 1. Saat garputala diletakkan diatas kepala lalu di arahkan ke depan lubang telinga hasilnya adalah masih terdengar.
2. Saat garputala di arahkan ke belakag telinga lalu di arahkan ke depan lubang telinga hasilnya adalah masih terdengar.
f. Kesimpulan : 1. Ketika nada garpu tala tidak terdengar lagi dipuncak kepala, tetapi ketika diletakkan dilubang telinga nada suara masih terdengar.
2. Ketika nada suara garpu tala tidak tedengar lagi dibelakang telinga, tetapi ketika diletakkan dilubang telinga nada masih terdegar.
3. Semakin besar garpu tala makin berat suara garp tala sejajar maka hantaran suaranya bagus.
4. Ketika garputala bergetar, terdapat urutan gelombang komprensi dan ekspansi. Bunyi yang tekanannya terkorelasi dengan gelombang sinus disebut nada murni, bentuk gelombang bunyi apapun (tidak peduli betapa kompleksnya) dapat dipecah menjadi serangkaian gelombang sinus yang berbeda dengan amplitudo yang sesuai. Bila gelombang sinus tersebut dirambahkan lagi, hasilnya akan sama dengan bentuk gelombang aslinya.
5. Prinsip: membandingkan kemampuan pendengaran hantaran tulang dan hantaran udara penderita.
Hasil : - Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.
- Tes Rinne (+): pada pendengaran normal dan K.P. jenis sensorineural
- Tes Rinne (-): pada K.P. jenis hantaran
g. Daftar Pustaka : Miyoso, D.P,. Mewengkang L.N,. Aritomoyo, D,. (2010). Diagnosis Kekurangan Pendengaran.http://www.kalbe.co. id/. 06 Maret 2010. 19.50.
Atkinson, R.L,. Atkinson, R.C,. Hilgard, E.R. (1983). Pengantar Psikologi. Editor: Agus Dharman, SH, M. Ed., Ph.D. & Michael Adryanto. Jakarta. Erlangga.
Percobaan : Indera B. Indera Pendengaran Dan Keseimbangan
Nama Percobaan : Tempat Sumber Bunyi
Nama Subjek Percobaan : Diri Sendiri (Niken Pratiwi)
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk menentukan sumber bunyi.
b. Dasar Teori : Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)). Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung sementara namun dapat juga menetap. Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara (noise- induced temporary threshold shift) dan perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen (noise- induced permanent threshold shift). Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea. Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut. Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.
Trauma Akustik. Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke organ Corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untuk menentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan kehilangan pendengaran.
Noise-Induced Temporary Threshold Shift. Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 25 setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum pajanan.
Noise-Induced Permanent Threshold Shift. Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran akibat bising.
Memeriksa pendengaran. Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada pihak keluarga. Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran. Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan Schwabach memendek. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain. Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran permanen. Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor psikogenik. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi.
c. Alat Yang Digunakan : Pipa karet
d. Jalannya Percobaaan : 1. Subjek akan diberikan sebuah pipa karet.
2. Subjek akan diminta meletakan pipa karet kedepan lubang telinga.
3. Kemudian asisten laboratorium akan menekan bagian-bagian pada pipa karet, seperti bagian kanan, kiri, atau tengah.
4. Dan subjek akan diminta menjawab bagian mana yang ditekan.
e. Hasil Percobaan : 1. Asisten laboratorium menekan bagian kiri, subjek bisa/ benar menjawab.
2. Asisten laboratorium menekan bagian tengah, subjek tidak bisa/ tidakbenar menjawab.
3. Asisten laboratorium menekan bagian kanan, subjek benar/ benar menjawab.
f. Kesimpulan : Kalau masih bisa membedakan bunyi kanan dan kiri saat percobaan menggunakan pipa karet masih normal. Untuk membedakan bunyi pada bagian tengah memang cukup sulit. Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)). Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung sementara namun dapat juga menetap.
Percobaan : Indera B. Indera Pendengaran Dan Keseimbangan
Nama Percobaan : Percobaaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis Horizontal
Nama Subjek Percobaan : Diri Sendiri (Niken Pratiwi)
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk memahami cairan endolimph dan perilimph yang terdapat pada telinga bila bergejolak (goyang) akan menyebabkan keseimbangan seseorang akan terganggu; memahami bahwa keseimbangan yang terganggu mudah dikembalikan seperti sediakala; melihat adanya Nistagmus.
b. Dasar Teori : Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang mempengaruhi vestibular pathway, serebelum atau sensory pathway pada medula spinalis atau nervus perifer.Gangguan keseimbangan dapat menimbulkan satu atau keduanya dari dua tanda kardinal: vertigo – suatu ilusi tubuh atau pergerakan lingkungan, atau ataxia – inkoordinasi tungkai atau langkah.
Hemoragik serebelar dan infark menghasilkan gangguan keseimbangan yang membutuhkan diagnosis segera, karena evakuasi operasi dari hematoma atau infark dapat mencegah kematian karena kompresi otak
Pendekatan diagnosis. Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian- bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum.
Gangguan keseimbangan dihasilkan dari penyakit yang mempengaruhi sentral atau pathway vestibular perifer, serebelum atau sensori pathway yang terlibat dalam proprioceptif. Sebagai gangguan biasanya menunjukkan satu atau dua masalah klinik: vertigo atau ataksia.
Kanalis Semisirkularis Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90° satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 – 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.
Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan antara serebelar, vestibular dan ataksia sensorius. Pada beberapa pasien ataksia, berdiri dan melangkah dengan dasar melebar dan tidak stabil, sering dihubungkan dengan pergerakan terhuyung-huyung atau tiba-tiba.
Berdiri. Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat memperlihatkan keengganan atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan desakan persisten, pasien secara berangsur-angsur bergerak dengan kaki saling medekat tapi akan meninggalkan ruang antar keduanya. Pasien dengan ataksia sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular, meskipun pada akhirnya mampu untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap kehilangan satu sumber input sensorius (proprioceptif atau labyrintin) dengan yang mekanisme lain (yaitu visual). Kompensasi ini diperlihatkan pada saat pasien menutup mata, mengeliminasi isyarat visual. Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg). Dengan lesi vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan ataksi serebelar tidak mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan menggunakan input visual dan ketidak mampuan pada tungkai mereka apakah pada saat mata tertutup ataupun terbuka.
Melangkah. Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan keadaan terhuyung-huyung dan dapat diduga sedang mabuk. Osilasi kepala dan trunkus (titubasi) dapat juga ada. Jika lesi hemisfer serebelar unilateral yang bertanggung jawab, maka kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah sisi lesi saat pasien mencoba untuk berjalan pada garis lurus atau lingkaran atau berbaris pada tempat dengan mata tertutup. Langkah tandem (tumit ke jari kaki).
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem rendah. Sebagai tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki tinggi dari tanah dan membanting kebawah dengan kuat (steppage gait) karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas dapat diperbaiki secara dramatikal dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau sedikit mengistirahatkan tangan pada lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat berjalan dalam gelap atau dengan mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.
Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi dengan gejala motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya sangat sulit, isolasi gait ataksia tanpa ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang mempengaruhi vermis serebelar superior. Observasi yang sangat membantu dalam mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat menyebabkan ketidak stabilan pada pasien dengan langkah terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka tanpa jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi keseimbangan yang sempurna.
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem rendah. Sebagai tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki tinggi dari tanah dan membanting kebawah dengan kuat (steppage gait) karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas dapat diperbaiki secara dramatikal dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau sedikit mengistirahatkan tangan pada lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat berjalan dalam gelap atau dengan mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.
Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi dengan gejala motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya sangat sulit, isolasi gait ataksia tanpa ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang mempengaruhi vermis serebelar superior. Observasi yang sangat membantu dalam mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat menyebabkan ketidak stabilan pada pasien dengan langkah terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka tanpa jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi keseimbangan yang sempurna.
c. Alat Yang Digunakan : Saputangan besar, tongkat/ barang yang sudah bisa diberdirikan.
d. Jalannya Percobaaan : 1. Subjek diinstruksikan untuk berdiri tegak
2. Kemudian subjek diminta untuk menutup mata.
3. Sujek diputar kearah kanan 3 kali.
4. Kemudian mata subjek dibuka dan diarahkan untuk berjalan
5. Selanjutnya subjek kembali menutup mata dan diputar kembali kearah berlawanan (kiri) sebanyak 3 kali.
6. kemudian subjek kembali membuka mata dan diarahkan berjalan kembali.
7. Subjek diminta membedakan sulit antara putaran pertama atau kedua yang lebih pusing?
e. Hasil Percobaan : Setelah diputar subjek lebih merasa pusing saat diputar ke arah kanan (yang pertama).
f. Kesimpulan : Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian- bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum. Kesulitan berjalan lurus biasa dialami, hal ini dikarenakan cairan endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak. Dan pada saat percobaan kedua tidak terlalu kesulitan berjalan, karena cairan endolimph dan perilimph-nya normal kembali. Jika di putar kedua lebih pusing, maka cairan endolimp dan perilimph baru bekerja.
g. Daftar Pustaka : NN. (2009). Gangguan Keseimbangan. http://minepoems. blogspot.com/. 06 Maret 2010. 18.45.
Percobaan : Indera B. Indera Pendengaran Dan Keseimbangan
Nama Percobaan : Nistagmus adalah suatu gejala yang timbul akibat keseimbangan dalam telinga bagian dalam tergaganggu sehingga menyebabkan pandangan menjadi berkunang-kunang (pandangan kabur), kepala menjadi pusing.
Nama Subjek Percobaan : Diri Sendiri (Niken Pratiwi)
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk memahami cairan endolimph dan perilimph yang terdapat pada telinga bila bergejolak (goyang) akan menyebabkan keseimbangan seseorang akan terganggu; memahami bahwa keseimbangan yang terganggu mudah dikembalikan seperti sediakala; melihat adanya Nistagmus.
b. Dasar Teori : Indra pendengar dan keseimbangan terdapat di dalam telinga. Telinga manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu
1. Telinga luar, yang menerima gelombang suara.
2. Telinga tengah, dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke tulang dan oleh tulang ke telinga dalam.
3. Telinga dalam, dimana getaran ini diubah menjadi impuls saraf spesifik yang berjalan melalui nervus akustikus ke susunan saraf pusat. Telinga dalam juga mengandung organ vestibuler yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.
Telinga luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar (meatus akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian telinga ini berfungsi untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau gelombang bunyi sehingga menyebabkan bergetarnya membran tympani. Meatus akustikus eksternus terbentang dari telinga luar sampai membrane tympani. Meatus akustikus eksternus tampak sebagai saluran yang sedikit sempit dengan dinding yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh tulang rawan elastis dan sisanya dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang mennnghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga ). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
Pada ujung dalam meatus akustikus eksternus terbentang membrane tympani. Dia diliputi oleh lapisan luar epidermis yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh epitel selapis kubus. Antara dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas serabut-serabut kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran atas tympani tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran shrapnell.
Telinga Tengah (kavum tympanikus). Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling berhubungan melalui persendian . Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam membran tympani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus. Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis (tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat tingkap bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran tympani sekunder.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara . maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
Telinga Dalam (labirin). Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian rongga-rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran membranosa membentuk labirin membranosa dan berisi cairan endolimfe, sedangkan rongga-rongga tulang yang di dalamnya berada labirin membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa). Labirin tulang berisi cairan perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan terusan dari rongga subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri limfe mirip dengan cairan serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-lembaran jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin membranosa sendiri tersusun terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh jaringan-jaringan ikat.
Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu vestibula, kokhlea (rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran).
Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di belakang kokhlea dan di depan kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan dengan telinga tengah melalui fenesta ovalis (fenestra vestibule). Vestibule bagian membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu sakulus dan utikulus. Pada sakulus dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut makula akustika, sebagai indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel reseptor dalam organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel penunjang. Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan menyampaikan impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear yang terdapat pada bagian dasar sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat keseimbangan di otak.
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas belakang vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut menggembung, disebut ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika, sehingga organ indra keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh dalam melakukan respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam krista akustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi di sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh gerakan endolimfe. Ketika kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh, endolimfe akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru.
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula. Berbentuk seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2 ¾ lilitan, mengelilingi bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea terdiri dari tiga saluran yang berisi cairan. Tiga saluran tersebut adalah:
· Saluran vestibular (skala vestibular): di sebelah atas mengandung perilimfe, berakhir pada tingkap jorong.
· Saluran tympani (skala tympani): di sebelah bawah mengandung perilimfe berakhir pada tingkap bulat.
· Saluran kokhlear (skala media): terletak di antara skala vestibular dan skala tympani, mengandung endolimfe.
Skala media dipisahkan dengan skala vestibular oleh membran vestibularis (membran reissner), dan dipisahkan dangan skala tympani oleh membran basilaris.
Pada membran basilaris inilah terdapat indra pendengar, yaitu organ corti. Sel reseptor bunyi pada organ ini berupa sel rambut yang didimpingi oleh sel penunjang. Akson-akson dari sel-sel rambut menyusun diri membentuk cabang kokhlear dari saraf vestibulokokhlear (saraf kranial ke VIII) yang menghantarkan impuls saraf ke pusat pendengaran/ keseimbangan di otak.
Getaran suara dapat sampai pada organ corti melalui lintasan sebagai berikut: Getaran suara memasuki liang telinga ® Menekan membran tympani ® melintas melalui tulang-tulang pendengaran ® Menekan tingkap jorong ® Menimbulkan gelombang pada jaringan perilimfe ® Menekan membran vestibularis dan skala basilaris ® merangsang sel-sel rambut pada organ corti. Di sinilah mulai terjadi pembentukan impuls saraf.
Mengenal Sistem Keseimbangan. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun. Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer) serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]).
Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya, sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun dari 3 kanalis semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor sensori keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu, krista pada kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar, sedangkan makula pada otolit mengatur akselerasi linear.
Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan ke sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda.
Berdasarkan serangan, vertigo dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu paroksismal, kronik, dan akut. Serangan pada vertigo paroksismal terjadi mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, lalu menghilang sempurna. Suatu saat serangan itu dapat muncul lagi. Namun diantara serangan, pasien sama sekali tidak merasakan gejala. Lain halnya dengan vertigo kronis. Dikatakan kronis karena serangannya menetap lama dan intensitasnya konstan. Pada vertigo akut, serangannya mendadak, intensitasnya perlahan berkurang namun pasien tidak pernah mengalami periode bebas sempurna dari keluhan.
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.
Penyebab umum dari vertigo:
a. Keadaan ingkungan
· Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
b. Obat-obatan
· Alkoho
· Gentamisin
c. Kelainan sirkulasi
· Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler
d. Kelainan di telinga
· Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
· Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
· Herpes zoster
· Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
· Peradangan saraf vestibuler
· Penyakit Meniere
Kelainan neurologis
· Sklerosis multipel
· Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau keduanya
· Tumor otak
· Tumor yang menekan saraf vestibularis.
Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak.
Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam telinga.
Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
Tes pendengaran seringkali bisa menentukan adanya kelainan telinga yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran. Pemeriksaan lainnya adalah CT scan atau MRI kepala, yang bisa menunjukkan kelainan tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga suatu infeksi, bisa diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang. Jika diduga terdapat penurunan aliran darah ke otak, maka dilakukan pemeriksaan angiogram, untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak.
ANATOMI. Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosa os temporal.
Labirin terdiri dari :
1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea.
2. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang,
terdiri dari: kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.
Vestibulum. Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran ± 5 x 3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis. 8,9 Pada dinding lateral terdapat foramen ovale ( fenestra vestibuli ) dimana footplate dari stapes melekat disana. Sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah. Pada dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuk spheris yang berisi makula sakkuli dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior. Makula utrikuli terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada dinding posterior terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala vestibuli koklea.
Kanalis Semisirkularis Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90° satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 – 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.
Koklea Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang ± 30 – 35 mm. Koklea membentuk 2 ½ - 2 ¾ kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.8,10 Kemudian serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media ( duktus koklearis ). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh limbus.
Sakulus dan utrikulus. Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempat masuknya saraf didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.10 Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.9 Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat makula sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli.
Perdarahan. Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Persarafan N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak
ganglion spirale.
Ada 5 bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut.
1. Tiga saluran setengah lingkaran
2. Ampula
3. Utrikulus
4. Sakulus
5. Koklea atau rumah siput
c. Alat Yang Digunakan : Saputangan besar, tongkat/ barang yang sudah bisa diberdirikan.
d. Jalannya Percobaaan : 1. Subjek akan di instruksikan untuk merunduk, kemudian tangan kanan memegang telinga dan tangan kiri memegang lutut (secara silang).
2. Sejantutnya mata di tutup atau dipejamkan.
3. Kemudian tubuh diputar ke arah kanan sebanyak 3 kali.
4. Setelah diputar subjek ditegakan kembali, dan membuka matanya.
5. Subjek akan merasakan apa yang terjadi.
e. Hasil Percobaan : Saat membuka mata subjek merasa benda-benda disekitar berputar, yang menyebabkan pandangan kabur dan pusing.
f. Kesimpulan : Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Bagian luar: Daun telinga, cuping telinga, liang telinga, dan membran thympany.
b. Bagian tengah: Terdiri dari tulang-tulang pendengaran, yaitu: Maleus, Incus, dan Stapes. (MIS).
c. Bagian dalam: Rumah siput (chochlea). Terdapat 2 cairan, yaitu: endolimph dan perilimph yang membuat kita seimbang saat berjalan.
g. Daftar Pustaka : Murni, A.Y,. (2003). Gangguan Pendengaran Akibat Bising. http://library.usu.ac.id/. 06 Maret 2010. 19.32.
NN. (2000). Indera Pendengar. www.free.vlsm.org. 06 Maret 2010. 17.18
tulisannya membantuk buat tugas laporanku. makasih yaa :)
BalasHapus