Penanganan atau intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasidengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikologneurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain:
A. Terapi medikamentosa. Obat-obatan yang sering dipakai di Indonesia adalah:
1. Vitamin (Efek samping: Hiperaktivitas, marah-marah, agresif, sulit tidur dan lain sebagainya).
2. Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan dopamin (Efek samping: Ngiler,ngantuk, kaku otot).
B. Terapi Wicara
C. Terapi Perilaku
Dengan modifikasi perilaku yang spesifik diharapkan dapat membantu anak autisme dalam mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang bermasalah.
Dalam suatu penelitian dikatakan, dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi yang intensif. Pada akhir dari terapi, sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum. Agresivitas yang cukup banyak ditemukan pada anak autisme, memerlukan penangan yang spesifik, yakni:
· Anak:
a. Ajari keterampilan berkomunikasi (non-verbal).
b. Tingkatkan ketrampilan sosial (dengan peragaan).
· Medis
a. Konsultasi endokrinologi: untuk mengatasi agresivitas seksual.
b. Konnsultasi neurologi: untuk menyingkirkan adanya kejang lobus temporalis dan sindrom hipotalamik.
- Lingkungan
Lingkungan harus aman, teratur, dan responsif.
Sekolah:
· Periksa prestasi akademik yang diharapkan.
· Catat reaksi dari teman-teman.
· Coba kurangi tuntutan dan perubahan.
· Konsultasi dengan para ahli.
Rumah:
· Bagaimana penerimaan keluarga terhadap anak (orangtua dan saudara-saudaranya).
· Catat tuntutan-tuntutan terhadap anak dan coba kurangi setiap perubahan rutinitas.
· Pembatasan ruang adalah penting.
· Konsultasi dengan para ahli.
· Bangkitkan rasa percaya diri pada anak:
a. Bantu anak untuk melatih kontrol diri: stop-lihat-dengar
b. Praktikkan latihan relaksasi: napas dalam atau musik.
c. Ajari mendeteksi bahaya.
D. Terapi Okupasi
E. Terapi Edukatif atau Pendidikan Khusus.
Sumber:
Suhadianto. (2009). Pedoman Diagnosis Gangguan Pervasif. http://h2dy.wordpress.com/. 20 Februari 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar