Bumi ini sudah semakin tua, ditambah lagi dapat dikatan bahwa bumi ini sudah mengalami global worming. Seperti lapisan ozon yang sudah tak sempurna dan contoh global yang dapat dilihat dengan kasat mata adalah hutan-hutan gundul dan sering terjadinya kebakaran hutan karna dampak dari global worming. Semakin bumi tidak memiliki lapisan untuk menahan lapisan surya maka dapat diketahui bumi ini akan semakin banyak menerima panas dan dapat juga menimbulkan musim-musim secara bergantian tanpa dapat di prediksi lagi. Dengan ilmu geografi, jika kutub utara dan selatan mencair maka dunia akan tenggelam.
Dapat disimpulkan, bencana yang terjadi akhir-akhir ini bukan hanya karena sekedar bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Melainkan bencana yang terjadi memang sudah sasatnya terjadi karena bumi sudah menerima panas yang amat sangat dan akhirnya gunung Merapi mengeluargan abu vulkanik yang sering disebut dengan “wedus gembel”, banjir bandang di Wasior, dan tsunami di Mentawai. Sebagai manusia tidak dapat menyalahkan siapa-siapa karena pada awalnya kita sebagai manusia sudah diberikan peringatan berulang-ulang dan saat ini yang dapat kita lakukan sebagai manusia hanya saling membentu untuk menghadai cobaan dari Yang Maha Kuasa dengan tolong menolong.
Tentu, sebagai saudara setanah air, sebangsa meskipun berbeda-beda keyakinan dan budaya kita harus membantunya. Penderitaan besar dialami oleh korban yang selamat yang kehilangan orang-orang tercinta dan terkasih, kehilangan harta benda, kehilangan tempat berteduh bahkan kehilangan pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka yang kehilangan segala-galanya terkadang sulit untuk memulihkan psikis mereka setelah bencana. Maka dari itu hal yang utama selain bahan pangan, kebutuhan logistic, dan pemulihan perekonomian para korban bencana harus mendapatkan penanganan psikis terlebih dahulu. Dapat dilihat dari berita-berita televisi, media cetak, dan bahkan media elekronok seperti radio dan internet gencar memberitakan bahwa anak-anak dan lansia yang paling banyak mengalami trauma bahkan depresi.
Jika kami menjadi relawan dalam bencana, kami akan melakukan pertolongan sesuai dengan kapasitas kami dan tidak memaksakan keadaan. Kami sebagai seorang mahasiswa Psikologi yang dianggap memiliki kepekaan social lebih tinggi harus membantu memulihkan penderitaan korban-korban baik yang selamat, yang memiliki trauma-trauma dan hal-hal lain yang sedikitnya meringankan penderitaan mereka. Dalam menjadi relawan untuk membantu para korban bencan tentunya kami tidak panik. Tapi bila hal ini terjadi, kami akan menenangkan diri terlebih dahulu menghadapi para korban. Karena jika relawannya sendiri panik maka para relawan tidak akan berhasil mendapatkan kepercayaan untuk membantu mereka menghadapi cobaan yang mereka hadapi.
Kemudian kami akan membuat tim atau regu agar lebih mudah mengkoordinir dengan tugas yang dibagi masing-masing. Ini memudahkan para korban mendapatkan penanganan psikis ataupun mendengarkan curahan para korban tanpa terlarut kedalam ceritanya. Apabiila korban meminta bantuan kepada salah satu dari kami, kami tetap akan tetap berusaha membantu meskipun itu bukan bidang yang kami kuasai. Namun setelah itu kami menyerahkan kepada orang yang lebih ahli, karena dalam regu relawan ada pastinya memiliki ketua dalam tim dan kemudian ketua tim akan memutuskan apa yang harus dilakukan. Jika korban mengalami luka-luka, maka harus dengan sigap memberikan pertolongan pertama yang pastinya didampingi oleh para medis.
Penanganan pasca bencana terhadap lansia, awalnya dilakukan dengan cara pendekatan lewat aktivitasnya karena mayoritas para lansia sensitive dan mudah tersinggung. Kami mulai membicarakan aktivitasnya, apa saja yang ia kerjakan, sukai, yang ingin ia lakukan lalu menanyakan keluarganya. Hal-hal seperti ini, akan membuatnya berbicara selepas dan senyaman mungkin dengan kami dan agar pikiran tentang bencana tersebut perlahan-lahan dapat beliau lupakan. Jika para lansia menyukai masak memasak maka sebaik nya kami sebagai relawan mengajak mereka ikut membantu memasak didapur umum agar mereka mempunyai aktivitas.
Penanganan pasca bencana untuk anak - anak, baik anak-anak yang duduk di bangku sekolah maupun pra-sekolah diberikan waktu untuk bermain sambil belajar. Seperti : tebak kata, ABC 5dasar, bermain kertas lipat (origami), bernyanyi, dan membuat kompetisi-kompetisi kecil dengan memberikan beberapa hadiah. Untuk waktu tertentu anak-anak yang duduk dibangku sekolah diberikan bimbingan materi pelajaran yang dipelajari. Pada hari minggu kami mengajak para pengungsi untuk berolahraga sambil bermain dengan cara membentuk kelompok seperti pesan berantai.
Hal yang perlu diutamakan bagi para korban adalah kesehatan fisiologis, rasa aman dan kesehatan psikis. Dan juga kebutuhan logistic amat sangat dibutuhkan, seperti pakaian, pakaian dalam, pembalut(wanita), bahan pangan, susu (para bayi), obat-obatan, peralatan mandi, alat untuk tidur, dan lain-lain. Selain itu kebutuhan lainnya seperti informasi dimana mereka akan mendapatkan bantuan agar kebutuhan ditempat pengungsian dapat terpenuhi. Oleh sebeb itu, sebaiknya para donator dapat mempertimbangkan kebutuhan apa yang menjadi prioritas utama untuk para pengungsi agar bantuan tidak ada yang tidak terpakai. Demikian, hal-hal yang akan kami lakukan jika kami menjadi relawan dalam menangani pengungsi bencana alam.
Penulis: 3 PA 05
· Asep Setiawan 10508029
· Anggun Prameswari 10508023
· Chyntia Harly 10508045
· Dessy Rabiah P. 10508053
· Niken Pratiwi 10508153