Sabtu, 17 April 2010

j. Terapi Yang Terpadu


Penanganan atau intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasidengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikologneurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain:
A.      Terapi medikamentosa. Obat-obatan yang sering dipakai di Indonesia adalah:
1.        Vitamin (Efek samping: Hiperaktivitas, marah-marah, agresif, sulit tidur dan lain sebagainya).
2.         Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan dopamin (Efek samping: Ngiler,ngantuk, kaku otot).
B.       Terapi Wicara
C.       Terapi Perilaku
            Dengan modifikasi perilaku yang spesifik diharapkan dapat membantu anak autisme dalam mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang bermasalah.
Dalam suatu penelitian dikatakan, dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi yang intensif. Pada akhir dari terapi, sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum. Agresivitas yang cukup banyak ditemukan pada anak autisme, memerlukan penangan yang spesifik, yakni:
·         Anak:
a.   Ajari keterampilan berkomunikasi (non-verbal).
b.  Tingkatkan ketrampilan sosial (dengan peragaan).
·         Medis
a. Konsultasi endokrinologi: untuk mengatasi agresivitas seksual.
b. Konnsultasi neurologi: untuk menyingkirkan adanya kejang lobus temporalis dan          sindrom hipotalamik.
  • Lingkungan
Lingkungan harus aman, teratur, dan responsif.
Sekolah:
·      Periksa prestasi akademik yang diharapkan.
·      Catat reaksi dari teman-teman.
·      Coba kurangi tuntutan dan perubahan.
·      Konsultasi dengan para ahli.
Rumah:
·    Bagaimana penerimaan keluarga terhadap anak (orangtua dan saudara-saudaranya).
·    Catat tuntutan-tuntutan terhadap anak dan coba kurangi setiap perubahan rutinitas.
·    Pembatasan ruang adalah penting.
·    Konsultasi dengan para ahli.
·         Bangkitkan rasa percaya diri pada anak:
a.   Bantu anak untuk melatih kontrol diri: stop-lihat-dengar
b.   Praktikkan latihan relaksasi: napas dalam atau musik.
c.   Ajari mendeteksi bahaya.

D.      Terapi Okupasi
E.       Terapi Edukatif atau Pendidikan Khusus.


Sumber:



i . Penanganan Autis


Autisme adalah gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not curable), namun bisa diterapi (treatable). Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur dengan anakanak lain secara normal. (Wenar, 1994)
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
A.        Berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.
B.        Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
C.        Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
D.       Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda. Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik.
E.        Terapi yang intensif dan terpadu.

h. Penggolongan Autis


A.        Autism (autisme masa anak-anak).
B.        Autisme atipikal atau Pervasive Develompmental Disorder-Not Otherwise Specified atau PDD-NOS (Diagnosis ini dibuat jika anak tidak memenuhi semua kriteria untuk diagnosis autis dan asperger, tapi ada kecacatan parah dan menetap di area yang dipengaruhi ASD.
C.        High Functioning Autism (Autisme dengan IQ tinggi).
D.       Low Functioning Autism (Autisme dengan IQ rendah).

g. Beberapa Gaangguan Yang Menyertai Autis


A.        Gangguan sulit tidur dan makan.
B.        Gangguan afek dan mood.
C.        Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
D.       Gangguan kejang (10 – 25 %).
E.        Kondisi fisik yang khas (anak autis 2 -7 tahun lebih pendek dibanding anak seusianya).

f. Penyebab Autis


Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut:
A.        Teori Psikoanalitik (efrigerator mother).  Menurut teori ini, Autism disebabkan pengasuhan ibu yang tidak hangat (Bruno Bettelheim).
B.        Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind). Menurut teori ini, Autis disebabkan ketidak mampuan membaca pikiran orang lain “mindblindness” (Baron-Ohen, Alan Leslie).
C.        Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi Otak. Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat, berpikir, bahasa, dan perhatian).
D.       Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik.
E.        Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.

f. Penyebab Autis


Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut:
A.        Teori Psikoanalitik (efrigerator mother).  Menurut teori ini, Autism disebabkan pengasuhan ibu yang tidak hangat (Bruno Bettelheim).
B.        Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind). Menurut teori ini, Autis disebabkan ketidak mampuan membaca pikiran orang lain “mindblindness” (Baron-Ohen, Alan Leslie).
C.        Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi Otak. Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat, berpikir, bahasa, dan perhatian).
D.       Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik.
E.        Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.

e. Observasi Untuk Keperluan Diagnosis Anak Dengan Gangguan Autis


Ada beberapa acuan untuk mendiagnosis gejala autis, sebagai berikut:
A.    Kemungkinan simptom atau gejala diusia 3-5 tahun
1.      Tidak melakukan kontak mata dengan baik.
2.      Tidak tertarik dengan orang lain dan lebih suka bermain sendirian.
3.      Menunjukka respon yang tidak biasa yang mengganggu orang lain.
4.      Menggunakan bahasa yang berbeda dengan anak-anak lain (sangat sedikit berbahasa, berbahasa dengan baik tapi diulang-ulang, mengulangi kata-kata dari film, video atau program TV, ekolalia, sulit mengerti perkataan orang lain.
5.      Punya sedikit atau tidak tertarik dengan permainan imajinasi.
6.      Tidak tertarik bergabung dalam permainan kelompok.
7.      Sangat terpaku pada beberapa permainan atau permainan tertentu.
8.      Perilaku sangat rutinitas.
9.      Membuat gerakan tidak biasa seperti berputar atau berayun.
10.  Sangat senditif dengan suara
11.  Sangat sensitif dengan bau-bauan.
12.  Sangat sensitif dengan sentuhan.
B.    Kemungkinan simptom atau gejala diusia 6 – 11 tahun
1.      Melakukan kontak mata yang buruk.
2.      Tidak suka menggunakan sikap seperti menunjuk, memberi tanda, melambai.
3.      Tidak punya teman sebaya.
4.      Tidak menunjukkan pekerjaannya kepada guru meskipun diminta.
5.      Lebih sulit berbagi dengan anak-anak lain.
6.      Sulit untuk saling bergantian, dan selalu ingin menjadi yang pertama.
7.      Tampak tidak peduli dengan perasaan anak-anak lain.
8.      Mengatakan hal yang sama berulang-ulang.
9.      Tidak ingin dan tidak menikmati permainan berpura-pura.
10.  Tidak mudah berbicara dengannya, tentang apa yang ingin anda bicarakan.
11.  Bicara dengan cara yang tidak biasa (intonasi).
12.  Ingin bermain dengan benda yang sama selama periode waktu yang panjang.
13.  Mengepakkan tangannya atau membuat gerakan aneh saat kesal atau bersemangat.
C.    Kemungkinan simptom atau gejala diusia 12 – 17 tahun
1.      Sulit membuat kontak mata.
2.      Membuat ekspresi wajah yang datar atau tidak biasa.
3.      Sulit memiliki atau mempertahankan teman.
4.      Menunjukkan pemahaman buruk atas kebutuhan orang lain dalam pembicaraan.
5.      Mengalami kesulitan memperkirakan apa yang orang lain pikirkan.
6.      Menunjukkan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial.
7.      Menunjukkan kebutuhan obsesif atau rutinitas.
8.      Menunjukkan sikap kompulsif.

d. Kriteria Diagnostik


Autistik (Autistic Disorder) berbeda dengan gangguan Rett (Rett’s Disorder), gangguan disintegatif masa anak (Childhood Disintegrative Disorder) dan gangguan Asperger (Asperger’s Disorder). Secara detail, menurut DSM IV, kriteria gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A.    Harus ada total 6 gejala dari (1), (2) dan (3) penjabaran yang akan disebutkan dibawah, dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3):
1.  Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini:
a.     Kelemahan dalam penggunaan perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.
b.    Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c.     Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
d.    Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

2.   Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a.     Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non-verbal.
b.    Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi.
c.     Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang.
d.    Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.

3.  Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal   harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a.     Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas yang abnormal atau berlebihan.
b.    Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
c.     Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
d.    Sikap tertarik yang sangat kuat atau preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari obyek.

B.   Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada   salah satu bidang:
(1) interaksi sosial,
(2) kemampuan bahasa dan komunikasi,
(3) cara bermain simbolik dan imajinatif.

C.   Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak.